Atur jadwal untuk 'me time'

Sebagian kaum ekstrovert meyakini bahwa bersosialisasi adalah jalan pemulihan energi. Namun sebenarnya, mereka juga memerlukan waktu sendiri atau me time.

Blok waktu misal 30 menit sampai satu jam tanpa harus bertemu orang lain atau bertanggung jawab akan orang lain.

Sebaiknya gunakan waktu untuk diri sendiri misal, membaca buku, mendengarkan musik, atau aktivitas solo lain untuk mengisi ulang 'baterai'.

Fatin, Idhoofiyatul. 2016. Optimalisasi Literasi Membaca Pada Mahasiswa Nonbahasa Dengan Metode Pagitukul (Pasangan-Berbagi-Waktu-Pukul). Jurnal Pena Indonesia Volume 2, Nomor 1,

Fatin, Idhoofiyatul, Hermoyo Panji, Setiawan, Aris. 2017. Kemampuan Mahasiswa dalam Menulis Press Release Dengan Pendekatan Student Center Learning. Belajar Bahasa (2) (2) 179-188

Fitri, Dianty Nur, Kartika, Pheni Cahya. 2016. Ragam Bahasa pada Acara Ini Talk Show di NET TV Pada Januari 2015. Stilistika (9) (1)

Gunawan, Gayatri, Yuni, Yarno, dkk. 2015. Peningkatan Budaya Kolaborasi dan Kolegialitas Melalui Lesson Study. Didaktis: Jurnal Pendidikan 15 (2), 1-35

Hasan, Muhammad, Yarno, Hermoyo, R Panji. 2018. Implikatur dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabicara. Stilistika 11 (1), 79-94

Hermoyo, R Panji. 2015. Membentuk Komunikasi yang Efektif pada Masa Perkembangan Anak Usia Dini. Pedagogi Vol. 1 No. 1

Isnah, Encik Savira. 2019. Wacana Islam Melalui Novel Surga Yang Tak Dirindukan Analisis Wacana Kritis Ala Teun A. Van Dijk. Lingua Franca (3) (2) 234-242

Isnah, Encik Savira. 2019. Identitas Dalam Mata Kuliah Bahasa Indonesia Di Jurusan Teknik Kelautan 2019 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. SULUK (1) (2) 100-104

Mubarok, Insani Wahyu. 2018. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Multiple Intelegences Kurikulum Tahun 2013 pada Peserta Didik Kelas X Bahasa Sma Muhammadiyah 2 Surabaya Tahun Ajaran 2017/2018. ELSE (2) (2) 1-13

Mubarok,Insani Wahyu, Kartika, Pheni Cahya. 2018. Media Pembelajaran Berbasis Ict Aplikasi Pada Android Berjudul Nemo Bertema Kearifan Lokal Kota Surabaya Untuk Mahasiswa Program Dharmasiswa Level Pemula (A1) Universitas Muhammadiyah Surabaya Tahun 2018. Riksa Bahasa XII 1163-1170

Ngatmain. 2015. Konflik Politik Dalam Langit Merah Jakarta Karya Anggie D. Widowati. Didaktis 15 (1), 1-16

Rachmawati, Dian Karina. 2017. Pemosisian Tokoh Habibie pada Negosiasi Antara Soeharto-Habibie dalam Novel Habibie & Ainun: Kajian Analisis Wacana Kritis.

Suher. 2016. Fungsi Pelaku Dalam Kalimat Pasif Bahasa Indonesia. Paramasastra 3 (2) 209-224

Butterfly era telah menjadi fenomena viral di media sosial, terutama TikTok, menarik perhatian banyak kreator konten, khususnya kaum muda.

Istilah butterfly era, yang berarti "era kupu-kupu" dalam bahasa Indonesia, memiliki akar yang lebih dalam dari sekadar tren fesyen atau gaya hidup.

Sebenarnya, butterfly era berasal dari frasa "butterflies in the stomach", sebuah kiasan dalam bahasa Inggris yang menggambarkan sensasi gugup atau gelisah yang sering dialami saat bertemu seseorang yang disukai.

Dalam konteks media sosial, butterfly era telah berkembang menjadi cara unik untuk mengekspresikan momen-momen awal ketertarikan romantis.

Ini bisa merujuk pada pertemuan pertama dengan seseorang yang menarik perhatian, atau bahkan nostalgia akan perasaan yang pernah dirasakan terhadap mantan kekasih.

Penggunaan istilah ini mencerminkan bagaimana bahasa internet terus berkembang, menciptakan cara-cara baru dan kreatif untuk mengomunikasikan pengalaman emosional yang universal.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bahasa gaul LGBT, ucapan LGBT atau bahasa gaul gay adalah leksikon bahasa gaul yang umum digunakan oleh orang LGBT. Hal ini telah digunakan dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris dan bahasa Jepang, sejak awal 1900-an dengan maksud agar komunitas LGBT dapat mengidentifikasi mereka sendiri dan berbicara dalam kode yang ringkas dan cepat kepada para LGBT lain.[1][2]

Templat:Slang seksual

Bersosialisasi dengan banyak orang bisa membuat seorang introvert cepat lelah.

Sebenarnya kaum ekstrovert yang dikenal sebagai 'social butterfly' pun bisa kelelahan karena bersosialisasi atau kelelahan sosial (social exhaustion).

Sebuah riset yang dieksekusi psikolog University of Pennsylvania Scott Barry Kaufman melihat dampak bersosialisasi pada 48 orang selama 12 hari. Mereka pun diminta untuk mengisi survei sebanyak lima kali sehari tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana perasaan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kaufman dan tim menemukan semakin banyak orang bersosialisasi, semakin mereka merasakan suasana hati positif dan tingkat kelelahan rendah. Namun setelah tiga jam, partisipan melaporkan tingkat kelelahan meningkat.

Tingkat kelelahan tergantung pada jumlah orang yang ditemui selama satu jam terakhir, intensitas dan seberapa banyak tujuan atau pikiran mereka soal studi atau pekerjaan. Studi yang diterbitkan di Journal of Personality ini juga menemukan kelelahan dialami baik partisipan yang introvert maupun ekstrovert.

"Semua orang terkadang lelah karena terlalu banyak interaksi sosial," tulis Kaufman dalam risetnya seperti dikutip dari The Cut.

Kaum ekstrovert kerap mengabaikan tanda awal kelelahan sosial. Terapis Jennifer Teplin mengatakan orang ekstrovert bisa tergoda untuk terus melakukan interaksi berlebihan sebab ada rasa takut kehilangan dan merasa ada keharusan melakukan sesuatu atau merasa orang lain berekspektasi demikian.

Di samping itu, kaum ekstrovert ingin mempertahankan lingkaran sosialnya diimbangi dengan kesempatan sosialisasi yang tinggi. Terapis Elizabeth Marks menambahkan bersosialisasi ala kaum ekstrovert berarti benar-benar hadir atau tampil sepenuhnya.

"Saat ada banyak kesempatan sosialisasi, butuh upaya keras untuk tampil otentik di semua situasi," kata Marks seperti dilansir dari Well and Good.

Hangout tanpa kebutuhan interaksi

Bertemu teman tidak harus diisi dengan mengobrol dan bersosialisasi. Ada pilihan kegiatan yang tidak menuntut Anda untuk 'menghibur' mereka.

"Olahraga bareng atau nonton film bisa jadi aktivitas menyenangkan untuk merasakan kenyamanan bersama teman tanpa sosialisasi berlebihan," kata Marks.

Cara memulihkan energi buat kaum ekstrovert

Kaum ekstrovert perlu mengerahkan beberapa cara untuk mengembalikan energi yang terkuras akibat kelelahan sosial.

Prioritas lingkaran pertemanan yang lebih kecil

Anda bisa berkumpul dengan teman dalam jumlah kecil atau cukup bertemu satu orang saja. Tidak semua teman harus ditemui, pilih yang memang membuat Anda nyaman dan membuat Anda bisa jadi diri sendiri.

"Cara ini, Anda bisa menerima kontak tatap muka dengan lebih sedikit peluang untuk kewalahan bersosialisasi," kata neuropsikolog Sanam Hafeez.

Bersosialisasi di lingkungan yang tenang

Wajar jika Anda enggan menyendiri untuk 'charge' energi. Kaum ekstrovert cenderung memperoleh energi dengan bertemu orang. Namun jika kasusnya kelelahan sosial, sebaiknya temui teman-teman Anda di lingkungan yang tenang.

Pilih tempat yang tidak memutar musik keras, live music, atau lokasi yang jauh sehingga perlu banyak mobilitas. Teplin mengusulkan untuk melakukan aktivitas yang menenangkan bersama teman misalnya, baca komik bersama di rumah teman atau makan siang bersama di kafe yang tidak terlalu ramai.